Media Massa dan Musik Dangdut dalam Budaya Populer Masyarakat Indonesia


Oleh Nur Indah Ariyani (2009)
Sos_Ant’05 – FIS UNNES

A. Latar Belakang

Dangdut  merupakan salah satu jenis musik yang sangat membumi di Jagat  Indonesia. Dari kalangan atas, kelompok-kelompok elite sampai masyarakat pinggiran mengenal dan tak asing lagi dengan jenis musik ini. Dangdut dipopulerkan oleh penghibur  terkenal di Indonesia, sejak periode pasca Soekarno, yaitu antara  tahun 1975-1981 dangdut mempunyai pengaruh yang sangat bebsar  dalam kehidupan masyarakat Indonesia (Frederick dalam Ibrahim, 1997: 234)

Musik dangdut ini didominasi  irama yang mengajak untuk bergoyang, dan mengandung pesan yang merakyat. Dalam Wikipedia, merupakan situs internet yang memberikan banyak informasi, termasuk informasi dangdut di jelaskan bahwa dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik yang berkembang di Indonesia. Bentuk musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an. Kemudian sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music.

Nama “dangdut” merupakan onomatope dari suara permainan tabla (dalam dunia dangdut disebut gendang saja) yang khas dan didominasi oleh bunyi dang dan ndut. Sebenarnya sejak awal kemunculannya, musik ini diperuntukkan untuk semua kelas atau kalangan. Namun pada perkembangannya justru musik ini mendapat apresiasi yang luar biasa dari kalangan kelas bawah. Hal ini mungkin dikarenakan dangdut merupakan jenis musik yang ringan disertai dengan lirik lagu yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga penikmat musik ini tidak harus memutar otak untuk memahami maksud dari lagu.

Menurut Agger (dalam Bungin, 2005: 92) bahwa sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan umumnya menempatkan populer sebagai unsur utamanya. Dan budaya itu akan memperoleh kekuatan manakala media massa digunakan sebagai jalan penyebaran pengaruh dimasyarakat.

Di zaman Orde Baru dan Orde Lama musik dangdut di pandang dengan sebelah mata karena di anggap musik kampungan. Berbagai opini disebutkan bahwa banyak orang yang enggan mendengarkan musik dangdut dengan berbagai alasan seperti malu, gengsi dan berbagai macam alasan lainnya. Terlepas dari fenomena pornografi dan pornoaksi yang akhir-akhir ini sedang marak dibicarakan, tulisan ini hanya membahas tentang bagaimana peran media, khususnya televisi dalam mengangkat musik dangdut sebagai ikon budaya populer dan bagaimana kaitan musik dangdut dengan gagasan ahli Ben Agger dalam budaya populer

B. Seni Hiburan Sebagai Realita Budaya Populer

Dalam Bungin (2005:92) dijelaskan tentang gagasan budaya populer oleh Ben Agger dapat  dikelompokkan menjadi empat aliran, yaitu:

  1. Budaya dibangun berdasarkan kesenangan tapi tidak substansial dan mengentaskan orang dari kejenuhan kerja sepanjang hari.
  2. Kebudayaan populer menghancurkan nilai budaya tradisional.
  3. Kebudayaan menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi Max kapitalis
  4. Kebudayaan populer merupakan budaya yang menetes dari atas.

Berkaitan dengan gagasan Ben Agger tersebut dapat diketahui bagaimana makna musik dangdut dalam budaya populer dalam masyarakat Indonesia

C. Asal Mula Dangdut

Dalam tulisan Frederick dalam (Ibrahim, 1997: 236) dijelaskan bahwa istilah dangdut  muncul sekitar  tahun 1972-1973. Nama ”Dangdut” diambil dari istilah ejekan yang muncul dari bunyi gendang. Semangat sosial dan alat musik dangdung bermula dari periode awal kolonial. Ketika itu dipadukan antara alat musik Indonesia, Arab, dan Barat yang dimainkan bersama-sama.dalam Tanjidor. Yaitu orkes kecil yang dimainkan sambil berjalan (khas Betawi). Kemudian sepanjang abad ke- 19 pengaru-pengaruh luar juga diserap. Menjelang 1820-1n, ansambel Cina Betawi yang dikenal dengan nama Gambang Kromong muncul dan dipadukan dengan alat musik dan melodi Cina, Sunda, Maluku, dan Portugis yang kemudian dikenal dengan sebutan Keroncong. Tetapi di ababd ke-20 jenis musik ini mendapat reputasi yang tidak baik Para  pemain dan penyanyi keroncong  berkelana  di kota-kota di Jawa. Di beerapa daerah mereka mengasosiasikan dirinya dengan dunia stamboel dan bentuk drama populer kota yang sedang naik daun. Para golongan kelas atas mengganggap bahwa jeniss musik ini adalah sebagabi produk buruk dari  kehidupan kampung.

Tetapi pada tahun 1920, orang-orang Indonesia yang mengakui kepiawaian keroncong dalam tatanan kolonial mulai lebih terbuka dengan keroncong, meskipun mereka tetap menganggap bahwa musik keroncong merupakan musik kampungan dan secara emosional tidal disukai serta bersifat  egaliter. Kemudian pada tahun 1930-an, setelah datangnya radio, piringan hitam, dan film musik keroncong dalam tahap transisi penting.

Singkatnya  pada tahun 1970-an sampai1980-an asimilasi lagu melayu menjadi musik dangdut menjadi identik dengan musik Oma Irama. Hal ini dikarenakan Oma Irama-lah yang mengkombinasikan musik melayu dengan musik rock yang populer pada tahu 1970-an. Dan pada saat tu mulailah musik melayu disebut dengan musik dangdut, karena dominasi arena diambil alih oleh ketimpung yang bunyinya dapat diatur dengan tangan sehingga dapat berbunyi ”dang-dut” (Bungin, 2005: 96)

D. Dangdut Musik Kampungan?

Sebenarnya sejak awal kemunculannya, musik ini diperuntukkan untuk semua kelas atau kalangan. Namun pada perkembangannya justru musik ini mendapat apresiasi yang luar biasa dari kalangan kelas bawah (www.cinderella. blogdetik.com). Dangdut disukai kalangan kelas bawah karena mungkin jenis  musik dangdut adalah jenis musik yang ringan disertai dengan lirik lagu yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga penikmat musik ini tidak harus memutar otak untuk memahami maksud dari lagu. Ada mitos bahwa musik dangdut adalah milik rakyat kalangan bawah. Bisa jadi lantaran kebanyakan orang desa lebih suka membeli kaset dangdut ketimbang kaset musik Barat yang digandrungi anak kota. Banyak yang ‘alergi’ dengan lagu-lagu dangdut. Dangdut kerap diidentikkan dengan musik yang kurang elit, kampungan, bahkan seronok.

Bangsa ini memiliki para intelektual berjumlah lebih sedikit dibanding yang non intelektual. Sehingga tidak heran apabila saat dangdut begitu populer pada kalangan kelas bawah, seluruh media massa mengeksposnya habis-habisan. Jika ditinjau dalam segi budaya, dangdut begitu diminati masyarakat karena mempunyai kedekatan terhadap budaya kita. Dimana musik ini menggunakan irama melayu yang juga merupakan bagian dalam kebudayaan kita.

Meminjam istilah dari Rhoma Irama bahwa dangdut adalah milik kaum comberan. Sebagai haji dan seniman dangdut, Rhoma sangat meremehkan penggemarnya dengan label comberan. Entah makna yang bagaimana yang diharapkan dari istilah tersebut. Tetapi dengan adanya istilah tersebut, yang diproklamirkan sendiri oleh pencetus musik dangdut semakin melegalkan bahwa dangdut benar-benar musik kaum marginal atau pinggiran. (www.suryanikoe. multiply. com)

E. Dangdutisme di Layar Televisi

Dangdut  merupakan jenis musik yang dapat  memikat pendengarnya dengan amat baik. Dengan irama musik dangdut orang bisa berjoget  tanpa aturan tertentu untuk menikmatinya. Lirik-liriknya yang kebanyakan mengangkat tema-tema kesedihan, harapan, percintaan, ratapan nasib, kekecewaan, kekesalan dan lain sebagainya, oleh karena itu musik dangdut terkesan kampungan, norak, dan cengeng. Dan stereotip bahwa musik dangdut merupakan musik kaum terpinggirkan, musik kampungan, dan yang kampungan adalah mereka yang miskin.

Jadi harapan kecil untuk mempublikasikan musik dangdut secara besar-besaran agar lebih terekspose dan diminati oleh semua kalangan. Begitu pula dengan usaha Rhoma Irama dulu yang ’menyopankan’ gaya lakon dalam musik dangdut. Di mana para penyanyi yang menyanyikan lagu dangdut bergoyang dengan bebasnya yang terkesan seronok atau tiidak sopan. Oleh karena itu Sang Raja Dangdut menyebut bahwa dangdut adalah musik kaum comberan dan dia akan berusaha untuk mengangkat musik dangdut dari comberan kepermukaan.

Televisi Pendidikan Indonesia atau disingkat dengan nama TPI adalah stasiun televisi pertama yang menyiarkan acara musik dangdut (tahun 90-an). Acara musik dangdut yang bberdurasi satu jam tayang. Kemudian pada tahun 1995 stasiun televisi Indosiar juga menyiarkan acara musik dangdut yang bertajuk ”Dangdun On The Campus”  yang ditayangkan pada hari minggi jam 10 pagi. Acara ini mengupas bagaimana pendapat mahasiswa tentang musik dangdut. Begitu pula dengan SCTV yang meluncurkan program ”Sik Asik”, yaitu program televisi yang mengkhususkan dengan acara musik dangdut. Tak mau kalah RCTI juga mengeluarkan program ”Joged”. (www.suryanikoe.multiply.com)

Sekarangpun acara-acara televisi juga marak dengan musik dangdutnya. TPI yang sejak awal mengekspose musik dangdut, mulai dari tahun 2003-an meluncurkan program pencarian bakat di bidang musik dangdut. Acara tersebut dilakukan secara bertahap dengan periode tertentu. Acara yang banyak dikenal masyarakat dengan sebutan KDI atau Kontes Dangdut Indonesia. Bahkan sampai sekarang tahun 2009 acara tersbut masih dilaksanakan.

Hal yang sama tampak juga dalam lahirnya peluncuran MTV Salam Dangdut. MTV (Music Television), raksasa stasiun televisi yang mengkhususkan diri pada dunia musik ini pun melirik dangdut. Satu jenis musik yang sesungguhnya cukup familiar di kawasan Asia. Maka ada harapan bahwa musik dangdut akan jadi setara dengan musik Barat.

F. Sosialisasi Musik Dangdut Melalui Layar Kaca

Dahulu, radio merupakan teknologi yang menyatukan masyarakat di muka bumi,namun sekarang posisi tersebut telah diambil alih oleh televisi. Proses akselerasi komunikasi semacam ini tentu saja amat membantu proses globalisasi cultural yang mendominasi teknologi komunikasi dan kapital internasional ke bagian negara-negara dunia ketiga (www.lepinter.wordpress.com)

Musik dangdut yang disiarkan di televisi dikemas bebgitu apik, mulai dari penampilan penyanyinya, goyangan yang dibatasi, serta menyaring syair-syair yang menganduk makna erotis semua dilakukan untuk menghilangkan kesan bahwa dangdut adalah musik yang erotis dan kampungan. Secara tidak langsung adalah  ini merupakan usaha agar dangdut dapat kembabli diterima oleh semua kalangan. Baik dari kalangan bawah, rakyat miskin hingga kalangan atas, para eksekutif.

Sosialisasi musik dangdut  melalui layar kaca nampaknya cukup berhasil. Dapat dilihat bahwa mahasiswa dapat  menerima dengan baibk adanya musik dangdut. Musik dangdut juga sering diputar di cafe-cafe milik kaum elite. Bahkan  para aktor dan aktris serta para penyanyi yang semula menyanyikan lagu-lagu pop bersedia menyanyikan lagu dangdut.

Kekuatan musik dangdut memang tak mudah untuk dilawan, karena pergerakan musik dangdut yang begitu dahsyat sehingga menjadi ikon budaya populer. Bahkan kemudian musik dangdut  masuk di ruang-ruang publik, seperti di restoran,  karaoke serta  panggung-panggung pinggiran. Di tambah lagi dengan aksi Basofi Sudirman yang pada saat itu  adalah petinggi Golkar dengan bangga mendendangkan lagu dangdut  di atas panggung.  Dangdut tidak lagi menjadi ikon musik kaum pinggiran melainkan ikon musik populer yang digemari oleh seluruh kalangan (Bungin, 2005: 97) Dengan demikian usaha untuk menjadikan dangdut sebagai musik semua lapisan masyarakat melalui layar televisi terbukti ampuh.

G. Kesimpulan

Berbicara mengenai musik, berarti tidak hanya meliputi alunan musiknya ataupun lirik lagunya saja tetapi juga mengenai selera individu. Ketika kita membicarakan selera, maka ini bersifat universal dan relatif. Lepas dari itu, musik dangdut ini tidak hanya diminati di dalam tetapi juga di luar negeri. Dangdut tidak lagi menjadi ikon musik kaum pinggiran melainkan ikon musik populer yang digemari oleh seluruh kalangan. Dengan demikian usaha untuk menjadikan dangdut sebagai musik semua lapisan masyarakat melalui layar televisi terbukti ampuh

Mengacu pada gagasan Ben Agger yang disebutkan di atas maka musik dangdut saat ini disajikan untuk konsumsi kesenangan namun tidak substansial. Musik dangdut hanyalah konsumsi orang-orang kota yang penat dengan kesibukan sehari-hainya. Musik dangdut hanyalah hiburan sesaat ketika ”letih”.

Musik dangdut dalam konteks budaya  populer menghancurkan budaya tradisional, termasuk dangdut itu sendiri. Aapa yang disuguhkan  oleh televisi saat ini sebenarnya memberi sisi musik dangdut yang terbelah. Satu sisi  menempatkan dangdut dalam aren popul;aritas dunia musik, tetapi di sisi lain dapat menghancurkan nilai dan makna muik dangdut itu sendiri.

Musik dangdut menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi, karena musik dangdut telah menjadi mesin-mesin uang yang dapat melipatgandakan kapital dalam waktu yang singkat.

Musik dangdut merupakan tidak lagi menjadi budaya orang-orang pinggiran, melainkan seni pertunjukan bagi orang-orang elite (menetes dari atas).

Rujukan Pustaka

Bungin, Burhan. 2005. Pornomedia; Sosiologi Media, konstruksi Sosial Teknologi telematika & Perayaan Seks di Media Massa. Jakarta. Pranada Media.

Frederick, William H. Goyang Dangdut Rhoma Irama: Aspek-aspek Kebudayaan Pop Indonesia Kontemporer Dalam Buku Lifestyle: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Bandung. Jalasutra)

http://cinderella.blogdetik.com/2009/01/07/dangdut-musik-kampungan/ (08 Mei 2009)

www. Wikipedia.com (08 Mei 2009)

Suryani. 2006. Inul: Titik Balik Sebagai Dangdut Modern. http://suryanikoe.multiply.com/journal/item/5/INUL_Titik_Balik_Musik_Dangdut_Modern (08 Mei 2009)

Enik Sulistyawati. 2008. Fenomena Music Televition.. http://lepinter.wordpress.com/2008/04/13/fenomena-music-televisions-mtv/ (08 Mei 2009)

2 Tanggapan to “Media Massa dan Musik Dangdut dalam Budaya Populer Masyarakat Indonesia”

  1. luppy indah Says:

    thnx tas infonya…..

Tinggalkan Balasan ke n2g Batalkan balasan